Manado, BeritaWoi – Kisah pilu menimpa sejumlah dosen di Universitas Prisma Manado. Bertahun-tahun mengabdi, mencerdaskan tunas-tunas bangsa, namun hak mereka berupa gaji tak kunjung terbayarkan.
Situasi ini telah berlangsung selama beberapa tahun, meninggalkan para pendidik dalam kesulitan finansial yang mendalam.
Para dosen yang menjadi korban telah berupaya mencari keadilan. Hingga (Rabu, 9 Juli 2025) hari ini, setidaknya tiga kali mediasi telah digelar antara para dosen dan pihak Yayasan Prisma, difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Manado.
Namun, upaya ini selalu berujung buntu. Mirisnya, Ketua Yayasan Prisma, sebagai pemangku kebijakan tertinggi, tidak pernah hadir dalam satu pun pertemuan mediasi tersebut.

Ketidakhadiran Ketua Yayasan ini menimbulkan tanda tanya besar dan kesan bahwa pihak Universitas Prisma Manado tutup mata terhadap nasib para dosennya.
Alih-alih mencari solusi dan menyelesaikan kewajiban, sikap yayasan justru terkesan kebal hukum, mengabaikan proses mediasi dan hak-hak dasar para pekerjanya.
Dinas Tenaga Kerja Kota Manado sendiri, meskipun telah berupaya memfasilitasi, belum berhasil menemukan solusi konkret untuk pembayaran gaji yang tertunggak. Kondisi ini tentu saja merugikan para dosen secara materiil dan moril.
Mereka yang seharusnya fokus pada Tridharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) kini harus berjuang menuntut haknya.
Kasus ini menjadi sorotan serius dan mencoreng nama baik dunia pendidikan.
Bagaimana mungkin sebuah institusi pendidikan, yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, justru menelantarkan para pahlawan tanpa tanda jasa ini?
“Torang so memenuhi torang pe kewajiban di kampus sebagai dosen, Kong kyapa kasiang torang pe hak nda dapa kese,, so lama skali komang,, cuma janji – janji bilang mo bayar gaji, sampe so 3 kali mediasi dng disnaker pemilik kampus nda datang-datang, pandang enteng memang”, ujar Sir (salah satu dosen)
Para dosen berharap agar pihak berwenang, terutama Dinas Tenaga Kerja dan instansi terkait lainnya, dapat mengambil langkah tegas dan konkret. Dibutuhkan intervensi yang lebih kuat agar hak-hak para dosen dapat segera dipenuhi dan praktik penelantaran semacam ini tidak terulang di kemudian hari.
Masa depan pendidikan tidak boleh dibangun di atas penderitaan para pengajar. (vfm)